Lampung Barat CN – Mental Pengecut, Berhenti Saja Jadi Pejabat Blokir Kontak Wartawan, Hendra salah satu jurnalis kebupaten lampung barat mengatakan pejabat yang kerap blokir WhatsApp wartawan tak pantas menduduki jabatan di birokrasi pemerintahan Pekon atau PJ peratin. Selain menciderai harmonisasi hubungan partnership antar lembaga, loss kontak juga tidak membuat keadaan akan menjadi lebih baik, yang terjadi malah sebaliknya. Berpotensi konflik berkepanjangan.

“Terlebih pejabat di pemerintahan yang mengepalai sebuah satuan kerja selaku PJ peratin dimana seorang pejabat tidak saja dituntut harus dapat bekerja dengan baik, namun juga diwajibkan bisa tidak bisa, harus bisa memiliki etika dan integritas sebagai seorang pemimpin yang dapat memberikan contoh tauladan. Apalagi utamanya tupoksi seorang ASN yang menjabat di kecamatan air hitam, itu adalah pelayanan,” kata Hendra kepala biro Media Cakrawala Nusantara lampung barat.
Namun demikian, Hendra pun tak menampik, kerap keputusan ‘Ghosting’ oleh sang pejabat tersebut diambil karena alasan adanya ketidaknyamanan yang dialami, seperti cara berkomunikasi, penyampaian yang kurang pas, baik itu etika, kesopanan, tata cara maupun timing yang kurang tepat.
Dijelaskan oleh Pimred Media Cakrawala Nusantara ini, bahwa Wartawan Indonesia dalam menjalankan tugas jurnalistiknya sehari-hari senantiasa diwajibkan berpegang teguh kepada 11 pasal Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Untuk case tersebut, terus Hendra, ada pada pasal 2 KEJ. Yakni, ‘Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik’
“Artinya wartawan dalam bekerja diwajibkan profesional, seperti harus sopan, selalu menunjukkan identitas diri kepada narasumber, menghormati hak privasi dan selalu menempuh cara-cara yang baik dan benar dalam memperoleh data, informasi dan keterangan dari narasumber,” imbuhnya.
“Wartawan itu bukan pekerjaan, tapi adalah sebuah profesi. Yang artinya memiliki aturan keprofesian. Yang bisa disebut wartawan itu rumusnya 2 wajib 3 terbaik. Maksudnya yang disebut 2 wajib wartawan, adalah wajib bekerja di sebuah perusahaan media dan wajib bergabung di organisasi profesi dan 3 terbaik yaitu wartawan yang telah mengikuti uji kompetensi,” jelasnya seraya mengatakan bahwa seseorang tidak bisa disebut wartawan jika belum melaksanakan 2 wajib tersebut tadi.
Untuk itu, menurut Hendra hubungan pemerintah (Eksekutif) baik pusat maupun di daerah bersama dengan Legislatif (DPRD) dan Yudikatif (TNI, Polri, Kejaksaan dan Kehakiman) bersama pers sejatinya diposisikan bersinergi, saling mengisi dan saling membutuhkan. Pers menciptakan isu-isu harmoni dan dinamis dalam setiap kepentingan lembaga dalam sebuah bingkai tata negara demokrasi.
“Pers merupakan pilar ke empat demokrasi, setelah eksekutif, legislatif dan yudikatif yang artinya demokrasi belum berjalan jika tanpa ada pers untuk mengiringi 3 pilar lainnya. Satu sisi, pemerintah baik itu eksekutif, legislatif dan yudikatif butuh saluran komunikasi antar pilar yang bersifat publik dan juga dinamis tanpa melalui proses birokrasi yang kaku dan bertele-tele, namun bertanggung jawab,” pungkas
(***)




