Aceh Singkil .CN*Mukadimah*
_Bismillahirrahmanirrahim_, Tulisan ini berawal dari “tantangan“ dari Ustad Muhammad Haikal penulis dari Waqaf News dan juga akademisi diberbagai universitas, kami mojok diskusi disalah satu warung kopi di seputaran Kota Banda Aceh, beliau menantang untuk berani menulis sesuatu yang bersentuhan dengan syariah tetapi masih dalam dunia jurnalistik, cukup menarik tantangan tersebut, hari ini saya mencoba untuk menjawab tantangan tersebut dalam opini singkat ini. Saya ambil pendekatan wakaf, semoga bisa berguna bagi fakir al faqir sendiri dan juga pegiat jurnalistik dimanapun berada. Wakaf yang kita maksud dijudul merupakan salah satu instrumen keuangan Islam yang berfungsi sebagai amal jariyah, di mana harta yang diwakafkan digunakan untuk kepentingan masyarakat (ummat) secara berkelanjutan. Biasanya, wakaf hanya dikaitkan dengan tanah, bangunan, atau properti fisik yang digunakan untuk masjid, sekolah, dayah, madrasah, rumah sakit, dan berbagai fasilitas umum lainnya. Namun, dalam konteks modern, konsep wakaf telah mengalami perluasan makna, termasuk kemungkinan penerapannya di berbagai sektor lainnya, seperti didalam dunia jurnalistik. Dalam opini ini, kita akan membahas potensi wakaf dalam mendukung dunia jurnalistik yang bebas, beretika, dan berkelanjutan. Ide ini juga masih bisa dikaji lebih lanjut oleh Alim Ulama, Praktisi Wakaf dan Tengku-tengku yang dipertuan agung diseluruh wilayah. _Allahumma shalli alaa Muhammadin ‘abdika warasulika nabiyyil ummi wa’alaa aalihii wa sallim._
*Wakaf dan Jurnalistik: Sebuah Kebutuhan*
Dunia jurnalistik saat ini dihadapkan pada berbagai tantangan, termasuk masalah pendanaan, pengaruh politik, dan komersialisasi media yang sering kali mengorbankan integritas dan independensi jurnalistik. Di tengah maraknya berita palsu dan media yang dikendalikan oleh kepentingan politik atau bisnis, kebutuhan akan media yang independen dan beretika semakin mendesak. Di sinilah peran wakaf dapat memberikan solusi yang unik. Wakaf jurnalistik dapat menjadi sumber pendanaan yang stabil dan berkelanjutan bagi organisasi media. Dengan adanya wakaf, sebuah perusahaan media dapat didanai tanpa harus mengandalkan iklan, sponsor, atau investor yang mungkin memiliki agenda tertentu. Hal ini memungkinkan wartawan dan organisasi media untuk bekerja dengan independensi penuh, mengutamakan kepentingan publik tanpa takut terhadap tekanan eksternal.
*Model Wakaf dalam Media Jurnalistik*
Ada beberapa model penerapan wakaf dalam dunia jurnalistik, pertama, Wakaf Finansial, dalam model ini, donatur dapat mewakafkan dana mereka yang kemudian diinvestasikan, dengan hasil dari investasi tersebut digunakan untuk mendanai kegiatan jurnalistik. Model ini mirip dengan _endowment fund_ yang digunakan oleh banyak universitas dan lembaga nirlaba lainnya. Kedua, Wakaf Teknologi dan Infrastruktur, selain dana, wakaf dapat berupa teknologi, alat-alat produksi, atau infrastruktur lainnya yang dibutuhkan oleh organisasi media. Misalnya, donatur dapat mewakafkan perangkat keras seperti komputer, kamera, atau studio siaran yang dapat digunakan secara berkelanjutan. Ketiga, Wakaf Tenaga Ahli, selain harta benda, dalam konteks jurnalistik, para ahli dan profesional media juga dapat mewakafkan waktu dan keahlian mereka untuk melatih generasi wartawan berikutnya atau membantu organisasi media nirlaba dalam menyusun strategi dan program mereka, saya anggap hal ini cukup tersedia khususnya di Aceh, yang melimpah tenaga ahli dibidang jurnalistik, dan segala disipilin ilmu, dengan Core ilmu yang beragam, dari jurnalistik dasar, hingga ke pendekatan Jurnalistik Hijau yang peduli kepada alam sekitar.
*Keuntungan Penerapan Wakaf dalam Jurnalistik*
Pasti diawal, semua kita akan bertanya-tanya, apa saja untungnya jika kita berwakaf dibidang jurnalistik, hal ini coba kita bedah dibawah ini, Pertama, Kemandirian Finansial, dengan Wakaf memungkinkan media untuk lebih mandiri secara finansial, sehingga tidak bergantung pada pendapatan iklan atau sponsor yang sering kali mengandung konflik kepentingan. Tidak perlu contoh untuk hal ini, karena hanya akan membuat kita semua tersenyum-senyum tipis sampil mengernyitkan dahi, seolah ini lumrah dan tidak akan dihisab kelak. Kedua, Proses Keberlanjutan, karena wakaf didesain untuk periode jangka panjang, model ini memberikan stabilitas yang memungkinkan media untuk tetap berjalan meskipun dalam kondisi ekonomi yang sulit dan tak terduga seperti masa sekarang ini. Ketiga, Meningkatkan Kredibilitas dan Etika, dengan didanai oleh wakaf, media dapat memfokuskan diri pada etika jurnalistik, karena mereka tidak perlu khawatir lagi tentang tuntutan sponsor atau pemegang saham, pemilik modal dan bohir-bohir ataupun segelintir “paus” di lautan. Keempat, Mendukung Jurnalisme Investigatif, salah satu bentuk jurnalistik yang paling membutuhkan sumber daya dan waktu adalah jurnalisme investigatif. Wakaf dapat digunakan untuk mendanai proyek-proyek investigatif yang sering kali sulit mendapatkan dana dari sumber-sumber tradisional, ini menjadi jantung serta roh media yang independen dan mandiri, yang perlu disiapkan oleh kita semua.
*Tantangan dan Solusi*
Namun, seperti halnya konsep inovatif lainnya, penerapan wakaf dalam dunia jurnalistik juga menghadapi tantangan. Salah satu tantangan utama adalah bagaimana mengelola dana wakaf agar tetap berkelanjutan dan efektif. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prinsip utama dalam pengelolaan wakaf jurnalistik, agar kepercayaan publik terhadap media yang didanai wakaf tetap terjaga. Solusi untuk tantangan ini adalah dengan membentuk lembaga pengelola wakaf yang professional, transparan dan akuntabilitas, yang diawasi oleh dewan pengawas independen. Lembaga ini harus mampu mengelola dana secara bijaksana dan berinvestasi dalam instrumen keuangan yang aman dan berkelanjutan, saya juga menyelipkan satu Lembaga Waqaf yang sudah eksis di Indonesia yaitu Badan Wakaf Indonesia (BWI). BWI sendiri merupakan lembaga negara independen yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf. Badan ini dibentuk dalam rangka mengembangkan dan memajukan perwakafan di Indonesia. BWI dibentuk bukan untuk mengambil alih aset-aset wakaf yang selama ini dikelola oleh nazhir (pengelola aset wakaf) yang sudah ada. BWI hadir untuk membina nazhir agar aset wakaf dikelola lebih baik dan lebih produktif sehingga bisa memberikan manfaat lebih besar kepada masyarakat (ummat), baik dalam bentuk pelayanan sosial, pemberdayaan ekonomi, maupun pembangunan infrastruktur publik. Lembaga ini juga bisa menjadi Solusi dari keinginan dan kemaslahatan dunia jurnalistik di Indonesia pada umumnya dan Aceh khususnya.
*Kesimpulan*
Wakaf menawarkan solusi inovatif untuk mendukung dunia jurnalistik yang beretika, independen, dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi model wakaf, organisasi media dapat meningkatkan kemandirian mereka, mengurangi tekanan komersial dan politik, serta mendukung kualitas jurnalistik yang lebih baik. Meskipun tantangan dalam penerapan wakaf dalam dunia jurnalistik masih ada, dengan pengelolaan yang tepat, wakaf bisa menjadi kunci untuk masa depan media yang lebih baik. Semua ini memang harapan dan keinginan kita sebagai pegiat didunia jurnalistik, tetapi kembali lagi kepada kita, sekarang atau nanti hanyalah waktu, niat bersama menjadi pengetuk pintu langit dalam mencapai cita-cita mulia kita semua.
Sebelum saya akhiri, tidak salahnya saya titip beberapa pantun untuk kita semua,
Berjalan kaki di tepi sawah,
Angin sejuk membawa pesan,
Waqaf itu amal berlimpah,
Pahala abadi tak terputuskan.
Batu terjal di tepi lautan,
Ombak datang menghempas pantai,
Jurnalis mengungkap kebenaran,
Suara masyarakat tetap lantang sampai.
_Wallahul muwaffiq ila aqwamit-thariiq, billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat_
Kota Banda Aceh, 23 September 2024 / 19 Rabiul Awwal 1446 H
Jurnalis : Yudi Sagala CNtv